Friday, February 8, 2013

Diamlah, Semua Akan Baik-baik Saja

SYAHDAN, menurut riwayat sejarah bahasa, Tuhan menurunkan bahasa atau kata pada umat manusia karena ingin manusia bisa mendefinisikan dunianya. Pada perkembangannya, hadirlah seorang filsuf fenomenologi bernama Martin Heidegger yang menjelaskan hakikat “bahasa” dan perannya membuat dunia menjadi “ada”.

Ambil contoh ketika seseorang menyebut kata “rumah”. Itu adalah pertanda bahwa ada sebuah benda bernama rumah. Kalau kata “rumah”, atau kata yang menjelaskan tentang benda itu tak pernah ada, niscaya bangunan tempat bernaung manusia itu “tak akan pernah ada”. Benda itu hanya seonggok bangunan dari batu-bata tak bernama. Materi tanpa konsep itu adalah nihil, tanpa makna.

Kata-kata lah yang membuat segalanya jadi ada. Kata-kata lah yang menciptakan eksistensi. Kata-kata lah yang membentuk realitas.
Kata-kata pula yang membangun sebuah situasi.

          
                  ***
INDONESIA sedang disuguhi realitas yang ambigu dalam lakon pertentangan banyak pihak dengan banyak kepentingan dalam berbagai macam drama politik dan penegakan hukum.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhadapan dengan Partai Keadilan Sosial (PKS) dalam membangun fakta masing-masing dalam kasus dugaan korupsi dalam proses impor daging sapi ilegal yang menjerat mantan Presiden Partai, Luthfi Hasan Ishaq. Yang satu berkukuh atas nama penegakan supremasi hukum, lainnya membangun wacana tentang konspirasi.

Pun demikian dengan gonjang-ganjing Hambalang. Para tersangka, terdakwa, pun terpidana perkara ini menuding Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum terlibat. Berbagai argumen dalam kata-kata mereka bangun untuk meyakinkan bahwa keterlibatan Anas adalah "fakta". Sementara yang dituding, dengan gaya yang selalu flamboyan, membangun "kontra-realitas" untuk tudingan-tudingan padanya. Dalam kata-katanya, Anas juga membangun "fakta" yang membuktikan bahwa tudingan padanya tak betul.

Masalah sebenarnya bukan pada benar tidakkah apa yang ditudingkan institusi-institusi itu pada rivalnya. Masalahnya adalah, Indonesia terlalu banyak dijejali realitas yang saling bertentangan yang dikemas dalam berbagai bentuk bahasa yang saling kontradiktif. Ada perang wacana yang membuat negara ini jadi gamang. Mana yang benar?

Ah, entahlah. Karena masing-masing realitas membawa dalil wacananya sendiri-sendiri berdasarkan kekuatan logika masing-masing. Wacana tersebar di awang-awang Nusantara, kata-kata liar merajam alam pemikiran manusia Indonesia, yang melahirkan benci, cemas, empati, luluh, marah. Ah, realitas itu, kata-kata itu, makna-makna itu, benar-benar membingungkan.

Kata bertemu kata. Suatu realitas bertemu realitas lain penentangnya, ada dua kubu yang sama-sama mengkonstruksi realitas melalui kata-kata dan wacana dan beradu mencari pembenarnya sendiri-sendiri. Sejauh ini, perang itu telah melahirkan sebuah ambigu massif dalam skala besar.

                ***

MEDIA sebagai perantara wacana, karena memang bekerja di wilayah itu, berlomba-lomba membantu membentuk “fakta”. Fakta yang mana? Audiens hanya bisa terpekur digerojok berbagai macam konstruksi wacana yang tak konklusif. Kalau pun ada yang memutuskan bersimpati pada salah satu pihak, tetap saja ketika disodori pertanyaan, “untuk apa memihak?”, mereka tak punya jawaban yang memuaskan. Mereka hanya tahu apa yang ada di permukaan, tanpa berusaha menggali makna yang lebih dalam.

Indonesia bingung. Benar memang kata Jalalluddin Rakhmad ; “Dalam situasi seperti sekarang ini, masyarakat Indonesia itu hanya dihadapkan pada dua pilihan; bingung atau gila.”

Karena kata-kata yang tersebar ke seantero jagat negeri itu benar-benar kehilangan substansi tujuan. Karena kata-kata itu bukan untuk membentuk sebuah realitas tentang penegakan hukum, tapi lebih pada sebuah upaya untuk mengkonstruksikan sebuah bangunan politis yang arogan.

Mungkin benar apa yang dikatakan Iwan Fals dan Kantatatakwa; “Ketika kata kehilangan makna, lebih baik diam saja.” Tak perlu ada lagi banjir bah kata-kata dan wacana yang kian liar.

Sudahlah, diamkan saja Indonesia, dan semuanya akan baik-baik saja.

No comments:

Post a Comment