Tuesday, November 6, 2012

Rezeki Itu Datang dengan Cara yang Sederhana

MEMENUHI kebutuhan ekonomi itu sebenarnya simple. Tidak perlu bekerja keras siang-malam, sampai hilang waktu untuk memanjakan diri. Tidak perlu untuk mengejar karir kepangkatan atau jabatan yang biasanya melibatkan sikut-sikutan bahkan bacokan. Tidak perlu itu semua. Dalam memenuhi kebutuhan hidup, tidak perlu buang-buang banyak tenaga, tapi ujung-ujungnya orang lain juga yang menikmati hasil dari kerja keras kita (baca: bos, pimpinan). 


Hanya butuh sedikit kejelian (dan tentunya kemauan untuk jeli itu sendiri).



Ini adalah pelajaran berharga dari seorang teman. Dia sukses memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan sekarang cenderung bisa dikatakan mapan dan berhasil, tanpa sama sekali bingung untuk mencari pekerjaan. Ya, dia tidak mencari kerja karena dia bekerja untuk dirinya sendiri. Dia adalah bos sekaligus pekerja.


Dia tidak datang ke kantor setiap hari, kemudian absen, dan bayarannya berkurang jika dia telat atau tidak hadir sama sekali. Hasil kerjanya tidak ditentukan oleh formalitas semacam itu. Tapi hasil kerjanya ditentukan oleh kejeliannya sendiri. Kejelian di bidang apa? Berdagang! 


Kadang kebanyakan dari kita lupa bahwa berdagang adalah aktivitas yang sebenarnya susah-susah mudah, tapi peluang untuk mendapatkan laba sangat terbuka besar. Jika dapat untung, ujung-ujungnya hidup akan beruntung. Berdagang yang bagaimana?


Kebanyakan orang memandang berdagang itu susah. Harus punya modal besar untuk kulakan dan rumit untuk menghitung untung-rugi. Ya, itu berdagang cara lawas. Berdagang sekarang beda dengan itu. Berdagang sekarang ini hanya butuh modal kejelian. Sudah, itu saja.


Tidak perlu modal uang. Halah, gampangnya, semua bisa dimulai dengan “makelaran”, jadi broker a.k.a perantara. Kita menjadi penghubung antara produsen dan konsumen. Kita berdiri di tengah-tengah mereka, sembari pintar-pintar mengatur posisi agar tidak jebol. Kita harus bisa meyakinkan produsen bahwa kita adalah sales yang handal dan bisa dipercaya, sementara di depan konsumen kita harus pandai merangkai kata dan meyakinkan mereka. 


Kebanyakan orang memang broker makelar itu “hina”. Tapi, itu ya terserah masing-masing orang. Tapi, percayalah, tanpa broker, aktivitas niaga akan berjalan tersendat. Karena justru merekalah yang bisa bergerak cepat. Objek yang diperdagangkan pun tidak harus spesifik, semua bisa dijual. Bahasa kerennya “palu gada”; apa loe minta, gua ada.


Di hadapan klien, yang kita jual sebenarnya bukan barang, tapi pencitraan diri kita. Ketika sudah terbangun trust, bisnis pun bakal laris manis. Sekiranya itulah prinsip marketing ala Hermawan Kertajaya. Prinsip marketing sebenarnya adalah “jual diri” dalam koridor denotatif. Self branding, itu yang penting. So, broker pun bisa melakukan itu, asal broker yang kompeten, bukan makelar kampungan yang pasang harga ngawur.


Untuk menjalankan aktivitas sebagai perantara itu, tidak harus bernaung di dalam sebuah perusahaan atau institusi yang mengharuskan kita wajib absen. Yang kita perlukan hanya memperluas koneksi untuk mencari produsen handal, dan jeli melebarkan jangkauan relasi yang pantas kita bidik sebagai konsumen. Kian canggihnya peranti komunikasi modern ini sepertinya cukup mendukung upaya tersebut. Cukup dengan modal ponsel pintar atau internet, kita bisa berdagang.


Kita juga bisa menjalankan sendiri aktivitas tersebut semau kita. Kita tidak terikat. Kita bebas menentukan seberapa besar untung yang hendak kita raup. Tapi, memang, sebelum menjalankan praktiknya, kita harus punya banyak referensi tentang harga dan perkembangan pasar kontemporer. Untuk mendapatkan informasi itu tidak susah kok. Cukup klik saja si Google, dan selesailah satu persoalan.


Ingat, semua yang ada di isi Bumi ini bisa dijual. Lha wong air saja bisa dijual kok, padahal hanya dengan dikemas saja. Sampah pun laku di pasaran. Lihat tukang barang rombengan itu. Tak sedikit dari mereka yang makmur gara-gara barang yang dianggap banyak orang tak berguna. Itu adalah bukti bahwa seremeh apapun barang, kalau kita punya kejelian dan metode yang jitu, haqul yakin akan mendatangkan rezeki untuk kita.


Karena berdagang itu bukan soal apa yang kita jual, tapi bagaimana kita menjualnya. Coba tanyalah Bob Sadino, si enterpreneur paling sukses di Indonesa itu kalau masih tidak percaya. Cara Om Bob menjadi kaya, ya dimulai dengan jadi perantara telur kemasan. Hanya telur yang dia jual, barang biasa, tapi dia kemas semenarik mungkin. Laris manis juga. Dan itulah bukti bahwa berdagang itu bukan apa, tapi bagaimana.


Yah, berdagang, dalam posisi sebagai broker sekalipun (bukan pemilik), sepertinya layak untuk dijadikan sandaran hidup. Aktivitas itu memberi manusia banyak relasi dan ruang silutarahmi yang bisa mempermudah berbagai macam keperluan. Hadist Nabi Muhammad SAW selalu benar; “dari sepuluh pintu rezeki, sembilan di antaranya adalah dari berdagang”. (tpr)


No comments:

Post a Comment